Suatu hari saat sebuah lobang kecil timbul di kepompong, seorang pria duduk dan memperhatikan bagaimana seekor bayi kupu-kupu selama berjam-jam berusaha keras dan berjuang untuk mengeluarkan badannya melalui lubang tersebut. Akan tetapi proses itu terhenti tanpa ada sebuah kemajuan yang berarti. Tampaknya bayi kupu-kupu sudah mengeluarkan seluruh tenaganya. Ia sudah tidak kuat untuk bergerak lebih jauh lagi. Hingga akhirnya sang pria memutuskan untuk membantu bayi kupu-kupu itu. Ia mengambil sebuah gunting untuk memotong kepompong. Dan akhirnya, kupu-kupu tersebut keluar dengan mudah. Walau dengan tubuh yang lemah, kecil, dan sayap yang mengkerut.
Sang pria terus mengamati kupu-kupu itu sambil berharap bahwa suatu saat sayapnya akan terbuka, membesar, dan mengembang agar bisa menyangga tubuhnya dan menjadi kuat. Tapi ternyata tidak terjadi apa-apa. Satu menit, satu jam, dan seterusnya kupu-kupu itu masih seperti sedia kala. Kupu-kupu itu akhirnya menghabiskan sisa waktu hidupnya dengan merangkak tanpa tenaga dan sayap yang mengkerut. Tidak seperti kawan-kawannya yang mampu terbang membelah angkasa. Walaupun harus bekerja ekstra keras melalui tantangan kepompong tanpa mendapatkan bantuan.
Pria yang baik dan suka menolong di atas tidak pernah mengerti bahwa kepompong yang menjerat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk untuk dapat lolos melewati sebuah lubang kecil adalah cara Allah untuk mendorong cairan kupu-kupu ke sayapnya agar kuat dan siap terbang sewaktu-waktu setelah bebas dari kepompongnya nanti.
Kisah kupu-kupu di atas menginspirasikan satu hal. Perjuangan mutlak dibutuhkan dalam semua dimensi kehidupan. Manusia dilahirkan untuk berusaha dan berjuang. Bahkan sampai titik darah penghabisan. Dalam buku Mencari Pahlawan Indonesia, ustad Anis Matta memberikan satu narasi perjuangan yang menarik bagi kita. "Ibarat kehidupan manusia, ada masa kelahiran, tumbuh, dewasa, tua dan akhirnya mati. Demikian pula dengan organisasi termasuk negara, bahkan peradaban. Dalam sejarah peradaban Islam, ada masa kebangkitan, kejayaan dan keruntuhan. Kekuatan utama yang menggerakkan masyarakat pada masa kebangkitan yaitu kecemasan. Inilah mata air yang memberikan energi untuk bergerak dan bergerak, melangkah tertatih-tatih sembari jatuh dan bangun, meraba dalam ketidakpastian. Namun terus bergerak. Kecemasan muncul karena kesadaran akan adanya jarak yang terbentang jauh antara idealisme dan realitas, antara harapan dan kenyataan. Tetapi, tidak semua orang menyadari kesenjangan tersebut. Baginya semuanya baik-baik saja, tidak ada masalah dan akhirnya bersikap diam dan menikmati kondisi yang ada. Orang seperti ini biasanya orang-orang awam, tidak akan bergerak sampai arus besar datang menghanyutkan mereka. Mereka yang menyadari adanya permasalahan akan bergerak, melakukan perbaikan. Begitulah kita menyaksikan para Nabi, Rasul dan para sahabatnya yang setia. Mereka merasakan kesenjangan itu, masalah itu. Mereka cemas, bergerak melakukan perubahan, berhasil, dan akhirnya tercatat dalam sejarah peradaban dengan tinta emas sebagai mujahid."
Masa kecemasan akibat pendudukan pasukan Merah Uni Sovyet sebagai salah satu blok kekuatan militer terkuat dunia di sahara Afghanistan yang melahirkan para pejuang seperti Abdullah Azzam, Abdurabirrasul Sayyaf, Burhanuddin Rabbani, dll. Masa suram akibat penjajahan Inggris di Palestina yang berbuntut terbentuknya negara Israel mampu melahirkan seorang pejuang sekaliber Izzuddin Al-Qassam dari barak-barak pengungsian Palestina. Ekspansi militer Benito Mussolini di gurun Libya ternyata mampu menggerakkan seorang kakek untuk bangkit melawan. Walaupun renta kerap menderanya di goa-goa persembunyian, ia tetap berjuang. Kecemasan akan hilangnya Islam dari bumi Libya yang membuat Umar Mukhtar kembali menjadi muda. Mengalahkan para pemuda yang ada di zamannya. Aktifitas yang lahir dari masa cemas itulah yang mampu menggerakkan jasad renta menjadi singa muda. Singa Padang Pasir Libya.
Menghadapi kecemasan integritas kepribadian dituntut di sini. Bagaimana seseorang mampu menjadikan hambatan sebagai sebuah batu loncatan, tantangan menjadi sebuah harapan, dan problem menjadi sumber solusi. Jika kecemasan merupakan kekuatan utama yang menggerakkan masa kebangkitan, maka obsesi kesempurnaan adalah kekuatan utama yang menggerakkan masa kejayaan. Demikian kata Anis Matta. Bukan tidak mungkin obsesi kesempurnaan akan lahir dari diri seseorang di masa-masa kelam umat Islam saat ini. Ia aktif dan berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Ia mampu berorator dan menjadi singa-singa podium. Ia mampu menjadi pencetak gol terbanyak di pertandingan sepakbola. Disamping itu ia juga mampu berprestasi di bangku-bangku pendidikan. Tak lupa ia menyempatkan bangun untuk shalat tahajjud, ia bermunajat kepada Allah sekalipun lelah mendera karena baru tidur pada pukul 12 malam karena ingin menyelesaikan target pekerjaan rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar